KTIA METODE PEMBELAJARAN AL QURAN UMMI










LOMBA KARYA TULIS ILMIAH ORASI KEPEMUDAAN
DALAM RANGKA MEMPERINGATI HARI SUMPAH PEMUDA



MITHODS (UMMI METHODS) PERANGKAT PEMBELAJARAN AL QURAN TO ALL AGES BERBASIS PRIVATELY CLASS SEBAGAI IMPLEMENTASI ILMU AGAMA






Diusulkan oleh:
Anggraini Ayu Widyaningrum             150321600524





UNIVERSITAS NEGERI MALANG
MALANG
2016


DAFTAR ISI

Daftar Isi
Daftar Gambar
Ringkasan

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat

BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Tinjauan Tentang Pembelajaran Al Quran
2.2 Macam-macam Pembelajaran Al Quran
2.3 Pengertian Metode Ummi
2.4Proses Pembelajaran Al Quran Segala Fase   Usia
2.5PeluangAplikasi Pembelajaran Al Quran Secara        Privat
2.6KarakteristikPengamalanIlmuAgama

BAB III METODE PENULISAN
3.1 Pengumpulan Data
3.2 Pengolahan Data
3.3 Metode Analisis
3.4 Penarikan Kesimpulan
3.5 Perumusan Saran

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Konsep MITHODS (Ummi Methods)
4.2 Manfaat Belajar Al Quran Segala Fase
4.3 Teknik Implementasi dari MITHODS berbasis Private Class

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

DAFTAR RUJUKAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP









DAFTAR GAMBAR

1.Gambar Buku Metode Ummi
2.Gambar Metode Ummi
3.Gambar Private Class
4.Gambar 7 Tahapan Metode Ummi









































RINGKASAN

Pada dasarnya proses pembelajaran Al-Qur'an adalah proses perubahan tingkah laku anak didik melalui proses belajar  yang berdasarkan pada nilai-nilai Al-Qur'an dimana dalam Al-Qur’an tersebut terdapat berbagai peraturan yang mencakup seluruh kehidupan manusia yaitu meliputi Ibadah dan Muamalah. Ibadah adalah perbuatan yang berhubungan dengan Allah dan muamalah adalah perbuatan yang berhubungan dengan selain Allah meliputi tindakan yang menyangkut etika dan budi pekerti dalam pergaulan. Sehingga dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam aplikasinya di kehidupan sekarang banyak sekali orang yang yang belum bisa membaca Al Quran yang baik , yaitu sesuai dengan makhorijul hurufnya apalagi memahami isi kandungan Al Quran.Karena pada dasarnya rata-rata semua orang lebih menekankan pembelajaran Al Quran itu pada usia dini , karena mind set di dakam masyarakat itu masih menganggap bahwa belajar Al Quran hanya pada saat kecil saja , dan pada saat usia lanjut kebanyakan sudahtidah tidak ada yang mau belajar dikarenakan gengsi yang menjamur.Akibatnya survey membuktikan bahwa hampir semua orang dewasa kurang lancar dalam membaca Al Quran.
Oleh sebab itu,disini saya ingin memunculkan inovasi baru yaitu dengan memunculkan sebuah metode pembelajaran Al Quran yang efektif dan efisien dan bisa dipergunakan untuk segala usia,yaitu dengan Mithods (Ummi Methods),suatu perangkat pembelajaraan Al Quran dengan menggunakan metode Ummi,yang lebih menekankan terhadap pemahaman Tajwidnya dengan sistem Private Class yaitu sebuah sistem pengajaran intensif terhadap sat individu dan memaksimalkannya dalam pemahaman dan pelafalan Al Quran sesuai hukumnya.

Kata kunci : Perangkat Pembelajaran Al Quran , Segala  Usia , Private Class , dan Metode Ummi.

























                                                                                                  



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

   Salah satu aspek pendidikan agama yang kurang mendapat perhatian adalah pendidikan membaca Al-Qur'an. Pada umumnya orang tua lebih menitik beratkan pada pendidikan umum saja dan kurang memperhatikan pendidikan agama termasuk pendidikan membaca Al-Qur'an.
   Sebagai langkah awal adalah meletakkan dasar agama yang kuat pada anak sebagai persiapan untuk mengarungi hidup dan kehidupannya. Dengan dasar agama yang kuat, maka setelah menginjak dewasa akan lebih arif dan bijaksana dalam menentukan sikap, langkah dan keputusan hidupnya karena pendidikan agama adalah jiwa (spiritualitas) dari pendidikan.
   Untuk itu pada masa kanak-kanak perlu adanya penanaman budi pekerti yang luhur dan keimanan yang berdasarkan pada tuntunan Allah SWT. Dan pada masa inilah anak-anak harus mulai diperkenalkan pada Al-Qur'an yang menjadi pegangan dan pedoman di kehidupannya nanti, sehingga ketika dewasa tidak kehilangan pegangan dan pedoman, meskipun badai topan melanda kehidupan rohaninya. Sedangkan lembaga pendidikan Islam di usia dini yang akan menjawab terhadap tantangan keringnya nilai spiritual dan keagamaan umat dewasa ini, yang tersebar keseluruh nuasantara adalah taman pendidikan Al-Qur'an (TPQ). Fenomena ini muncul tentunya akan membawa tujuan agung yaitu sebagai penyelamat generasi penerus dan merupakan jawaban generasi mendatang, karena sejak dini sudah diperkenalkan nilai-nilai agama yang bersumber kepada wahyu ilahi rabbi yaitu Al-Qur'an.
   Agama Islam memerintahkan kepada umatnya untuk mempelajari serta mengajarkan kitab suci Al-Qur'an, karena Al-Qur'an adalah sumber dari segala sumber ajaran islam yang mencakup segala aspek kehidupan manusia. Tugas ini menjadi tanggung jawab kita semua khususnya orang tua. Salah satu problem yang cukup mendasar adalah kondisi obyektif umat islam dewasa ini, salah satunya adalah buta akan Al-Qur'an yang menunjukkan indikasi prestasi meningkat, hal ini perlu segera diatasi, maka giliran umat islam akan mengalami kemunduran diberbagai bidang.
Umat Islam sekarang berangkat pada abad yang disinari oleh pengetahuan yang telah dicapai oleh orang-orang Eropa dan Amerika terutama dalam bidang teknologi. Umat Islam lupa bahwa mereka mempunyai Al-Qur'an yang merupakan kitab suci yang telah memberikan pengaruh begitu luas dan mendalam terhadap jiwa manusia. Al-Qur'an merupakan dasar keyakinan keagamaan, keibadahan, dan hukum, membimbing manusia dalam mengarungi hidupnya, adalah sangat layak apabila  Al-Qur'an mendapat perhatian istimewa.
   Keberhasilan suatu program, terutama pengajaran dalam proses belajar mengajar tidak lepas dari pemilihan metode dan menggunakan metode itu sendiri. Banyak sekali metode pengajaran oleh para pendidikan Islam, karna dengan adanya metode ini kemudian banyak berdirinya lembaga-lembaga pendidikan pengajaran Al-Qur'an seperti TPA, TPQ yang semuanya itu bertujuan untuk memberikan pengajaran terhadap anak-anak dalam membaca Al-Qur'an.


1.2 Rumusan Masalah

   Berdasarkan latar belakang diatas,dapat dibuat suatu rumusan masalah sebagai berikut .

1.Bagaimanakah konsep dari MITHODS(Ummi Methods) ?
2.Apakah proses pembelajaran Al Quran dapat dilakukan di segala usia ?
3.Bagaimanakah teknik implementasi MITHODS dalam Private Class ?


1.3 Tujuan

   Berdasarkan rumusan masalah , maka tujuan penulisan karya tulis ini sebagai berikut.

1.Mengetahui konsep dan rancangan dari MITHODS(Ummi Methods).
2.Mengetahui manfaat dari belajar Al Quran dalam segala fase usia.
3.Mengetahui teknik implementasi dari MITHODS dalam pelaksanaan Private    Class.


1.4 Manfaat

Manfaat penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut .

1.Bagi Penulis
   Memberikan pengetahuan baru bahwa proses pembelajaran Al Quran dapat dipelajari dengan menggunakan pembelajaran inovasi baru yaitu dengan MITHODS.

2. Bagi Masyarakat
   Menciptakan proses pembelajaran Al Quran yang inovatif sehingga dapat mempermudah masyarakat dalam fase usia yang berbeda untuk dapat mempelajari Al Quran dengan mudah.



BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Tinjauan Tentang Pembelajaran Al Quran

1. Pengertian pembelajaran Al-Qur’an.
Sebelum membahas tentang pembelajaran Al-Qur’an, terlebih dahulu diuraikan tentang pengertian dari istilah tersebut. Pembelajaran Al-Qur’an terdiri dari dua kata yakni “kata pembelajaran”dan “kata Al-Qur’an”. Kata pembelajaran yang kami analisa adalah pembelajaran dalam arti membimbing dan melatih anak untuk membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar serta dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kata pembelajaran, sebelumnya dikenal dengan istilah pengajaran. Dalam bahasa arab di istilahkan “ta’lim” dalam kamus inggris elias dan Elias (1982) diartikan “to teach; to educated; to intruct; to train” yaitu mengajar, mendidik, atau melatih. Pengertian tersebut sejalan dengan ungkapan yang dikemukakan Syah (1996), yaitu “allamal ilma”. Yang berarti to teach atau to intruct (mengajar atau membelajarkan).
Mengenai belajar ini ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, sebagai berikut:
a.       Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. (Slameto, 1999: 2).
b.      M. Arifin(1976) Dalam Ramayulis (2002: 26) menyatakan, belajar adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menganggapi, serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disjikan oleh pengajar, yang berakhir pada kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran yang telah disajikan.
Dari kedua definisi tersebut dapat dilihat ciri-ciri belajar yaitu:
1.      Belajar adalah aktivitas yang menghasilakn perubahan pada diri individu yang belajar, baik actual maupun potensial.
2.      Perubahan tersebut pada pokoknya adalah didapatkannya kemampuan baru, yang berlaku dalam waktu relatif lama.
3.      Perubahan tersebut terjadi karena usaha (Muhaimin, 1996: 45).
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan pembelajaran adalah suatu proses belajar-mengajar yang direncanakan sebelumnya dan diarahkan untuk mencapai tujuan melalui bimbingan, latihan dan mendidik.
Sedangkan Al-Qur’an diambil dari bahasa arab yakni “Qara’a, Yaqro’u, Qiroatan atau Qur’anan” yang berarti menghimpun huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian kebagian yang lain secara teratur. (Muhaimin, 1994: 86). Al-Asy’ari menyatakan kata Al-Qur’an diambil dari kata Qarana yang berarti menggabungkan sesuatu dengan yang lain, karena surat, ayat dan huruf-hurufnya beriringan yang satu dengan yang lain dan ada pula yang mengatakan Al-Qur’an berasal dari kata Qara’in mengingat bahwa ayat Al-Qur’an satu sama lainnya saling membenarkan. (Zaini, 1999: 1).
Dari kedua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa Al-Qur’an harus dibaca dan diusahakan untuk dimengerti isinya, hal ini sesuai dengan firman Alloh SWT dalam surat Shaad ayat 29:
كِتَابٌ أً؎َنْزَلْناَهُ إِلَيْكَ مُباَرَكٌ لِيَدَّبًَّرُوْاأيتِه وَلِيَتَذَكًّرُوااُولُواْلاَ لْبَابِ
Artinya: “Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran”(QS. Shaad: 29).

Menurut istilah ini merupakan rumusan definisi Al-Qur’an yang dipandang dapat diterima oleh para ulama’, terutama oleh para ahli figh, ahli bahasa dan ushul figh. Dari pengertian tersebut bahwa membaca Al-Qur’an tidak sama dengan membaca buku atau majalah, sebab membaca Al-Qur’an saja sudah termasuk ibadah. Al-Qur'an adalah kalamullah yang diturunkan (diiwahyukan) kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril, yang merupakan mu’jizat, yang diriwayatkan secara mutawatir, yang ditulis di mushaf, dan membacanya adalah ibadah. sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia dalam hidup dan kehidupannya (Syarifuddin, 2004: 16)
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu rahmat yang tiada taranya bagi alam semesta dan petunjuk atau hidayah bagi setiap manusia muttaqin. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 2 yang berbunyi:
ذَالِكَ اْلكِتاَبُ لاَرَيْبَ ِفيْهِ هُدًى ِلْلمُتَّقِيْنَ
Artinya: Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (QS. Al-Baqarah: 2)

Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran Al-Qur'an Adalah proses perubahan tingkah laku anak didik melalui proses belajar  yang berdasarkan pada nilai-nilai Al-Qur'an dimana dalam Al-Qur’an tersebut terdapat berbagai peraturan yang mencakup seluruh kehidupan manusia yaitu meliputi Ibadah dan Muamalah. Ibadah adalah perbuatan yang berhubungan dengan Allah dan muamalah adalah perbuatan yang berhubungan dengan selain Allah meliputi tindakan yang menyangkut etika dan budi pekerti dalam pergaulan. Sehingga dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Mendidik di samping sebagai ilmu juga sebagai "suatu seni". Seni mendidik atau mengajar dalam aturan adalah keahlian dalam menyampaikan pendidikan dan pengajaran kepada peserta didik. Sesuai dengan kekhususan yang ada pada masing-masing bahan atau materi pembelajarn Al-Qur'an, baik yang sudah lama dipakai ditengah-tengah masyarakat maupun metode yang sekarang sedang ramai dan mendapat respon dari masyarakat semuanya dengan satu paket atau tujuan untuk mempermudah dalam belajar Al-Qur'an. Bagi generasi kegenerasi serta mengembangkan pembelajaran Al-Qur'an dengan mudah.
Metode pengajaran adalah cara penyampaian bahan pengajaran dalam proses kegiatan belajar mengajar (Zuhairini,1993: 63)
Dengan demikian, metode  pengajaran adalah suatu cara yang dipilih dan dilakukan guru ketika berinteraksi dengan anak didiknya dalam upaya menyampaikan bahan pengajaran tertentu, agar bahan pengajaran tersebut mudah dicerna  sesuai dengan pembelajaran yang ditargetkan.

Adapun hadist yang memerintahkan untuk memepelajari dan mengajarkan Al-Qur'an  antara lain:

عَنْ اَبِيْ اُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ. اِقْرؤُاْالقُرْانَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا ِلاَصْحَابِهِ.(روه مسلم)
Artinya: " Abu Ummah ra, berkata: saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: bacalah Al-Qur'an karena ia akan datang pada hari raya qiyamat sebagai pembela pada orang yang mempelajari dan mentaatinya".(HR. Muslim)

Dalam Surat Al-Ankabut: 45 perintah untuk membaca Al-Qur'an.
أُتْلُ مَا أُوْحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلوةَ.
Artinya: "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an) dan dirikannlah sholat” (QS. Al-Ankabut: 147)

Pembelajaran tersebut harus dimulai dari keluarga melalui pendidikan antara lain:
a.       Memberikan  contoh atau teladan yang baik.
b.      Membiasakan mereka dengan syair-syair agama.
c.       Meyiapkan kondisi rumah yang agamis.
d.      Memberikan bimbingan bacaan-bacaan agama yang berguna.
e.       Membisakan mereka turut serta dalam kegiatan agama.
f.       Menanamkan kecintaan terhadap mereka senang membaca Al-Qur'an (Langgulung, 1983: 372).
Ketika keluarga telah menunaikan hal-hal tersebut, maka orang tua telah menjalani petunjuk Al-Qur'an, sunnah dan peninggalan salafu sholihin, yang semuanya mengajak untuk melaksanakan pendidikan iman dan aqidah yang benar. Maka dari itu menentukan metode itu sangat penting dalam mendidik anak didik. Karena berhasil tidak suatu pembelajaran itu tergantung pada metode yang digunakan oleh pendidik. Sebagaimana yang ingin diharapkan dari pembelajaran tersebut antara lain:
a.       Anak dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar berdasarkan kaidah-kaidah ilmu tajwid.
b.      Anak dapat menulis Al-Qur’an dengan baik dan benar.
c.       Anak dapat menghafal surat-surat pendek dan do’a-do’a yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
d.      Anak dapat melakukan sholat dengan baik serta terbiasa hidup dalam suasana Islami.
Dengan demikian usaha preventatif dan kuratif harus dilaksanakan dirumah, sekolah dan masyarakat. Pembinaan tersebut harus berjalan terpadu dan kontinyu, seiring sejalan serta bersifat saling melengkapi baik itu pendidikan agama dan penciptaan suasana yang sesuai dengan nilai-nilai agama adalah merupakan alat yang ampuh untuk membentengi anak jatuh kejurang kenakalan yang membahayakan.


2.2 Macam-macam Pembelajaran Al Quran

Dalam proses pembelajaran, metode mempunyai peranan sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran.

a.       Metode Iqro’

Metode iqro’ adalah suatu metode membaca Al-Qur'an yang menekankan langsung pada latihan membaca. Adapun buku panduan iqro’ terdiri dari 6 jilid di mulai dari tingkat yang sederhana, tahap demi tahap sampai pada tingkatan yang sempurna.
Metode Iqro’ ini disusun oleh Ustadz As’ad Human yang berdomisili di Yogyakarta. Kitab Iqro’ dari ke-enam jilid tersebut di tambah satu jilid lagi yang berisi tentang doa-doa. Dalam setiap jilid terdapat petunjuk pembelajarannya dengan maksud memudahkan setiap orang yang belajar maupun yang mengajar Al-Qur'an.
Metode iqro’ ini dalam prakteknya tidak mem-butuhkan alat yang bermacam-macam, karena ditekan-kan pada bacaannya (membaca huruf Al-Qur'an dengan fasih). Bacaan langsung tanpa dieja. Artinya tidak diperkenalkan nama-nama huruf hijaiyah dengan cara belajar siswa aktif (CBSA) dan lebih bersifat individual.

Adapun kelemahan dan kelebihan metode Iqro’ adalah:
1.      Kelebihan
Menggunakan metode CBSA, jadi bukan guru yang aktif melainkan santri yang dituntut aktif.
Dalam penerapannya menggunakan klasikal (membaca secara bersama) privat, maupun cara eksistensi (santri yang lebih tinggi jilid-nya dapat menyimak bacaan temannya yang berjilid rendah).
Komunikatif artinya jika santri mampu membaca dengan baik dan benar guru dapat memberikan sanjungan, perhatian dan peng-hargaan.
Bila ada santri yang sama tingkat pelajaran-nya, boleh dengan sistem tadarrus, secara bergilir membaca sekitar dua baris sedang lainnya menyimak.
Bukunya mudah di dapat di toko-toko.
2.      Kekurangan
a.       Bacaan-bacaan tajwid tak dikenalkan sejak dini.
b.      Tak ada media belajar
c.       Tak dianjurkan menggunakan irama murottal.

b.      Metode Al-Baghdad

Metode Al-Baghdady adalah metode tersusun (tarkibiyah), maksudnya yaitu suatu metode yang tersusun secara berurutan dan merupakan sebuah proses ulang atau lebih kita kenal dengan sebutan metode alif, ba’, ta’. Metode ini adalah metode yang paling lama muncul dan metode yang pertama berkembang di Indonesia.
Cara pembelajaran metode ini adalah:
-          Hafalan
-          Eja
-          Modul
-          Tidak variatif
-          pemberian contoh yang absolute

Metode ini mempunyai kelebihan dan kekurangan, yaitu:

1.      Kelebihan
Santri akan mudah dalam belajar karena sebelum diberikan materi, santri sudah hafal huruf-huruf hijaiyah.
Santri yang lancar akan cepat melanjutkan pada materi selanjutnya karena tidak menunggu orang lain.
2.      Kekurangan
Membutuhkan waktu yang lama karena harus menghafal huruf hijaiyah dahulu dan harus dieja.
Santri kurang aktif karena harus mengikuti ustadz-ustadznya dalam membaca.
Kurang variatif karena menggunakan satu jilid saja.

c. Metode An-Nahdhiyah

Metode An-Nahdhiyah adalah salah satu metode membaca Al-Qur'an yang muncul di daerah Tulungagung, Jawa Timur. Metode ini disusun oleh sebuah lembaga pendidikan Ma’arif Cabang Tulungagung. Karena metode ini merupakan metode pengembangan dari metode Al-Baghdady, maka materi pembelajaran Al-Qur'an tidak jauh berbeda dengan metode Qira’ati dan Iqro’. Dan perlu diketahui bahwa pembelajaran metode ini lebih ditekankan pada kesesuaian dan keteraturan bacaan dengan ketukan atau lebih tepatnya pembelajaran Al-Qur'an pada metode ini lebih menekankan pada kode “Ketukan”.
Dalam pelaksanaan metode ini mempunyai dua program yang harus diselesaikan oleh para santri, yaitu:
Program buku paket  yaitu program awal sebagai dasar pembekalan untuk mengenal dan memahami serta mempraktekkan mem-baca Al-Qur'an
Program sorogan Al-Qur'an yaitu program lanjutan sebagai aplikasi praktis untuk meng-antarkan santri mampu membaca Al-Qur'an sampai khatam.

Dalam metode ini buku paketnya tidak dijual bebas bagi yang ingin menggunakannya atau ingin menjadi guru pada metode ini harus sudah mengikuti penataran calon guru metode An-Nahdhiyah.
Dalam program sorogan Al-Qur'an ini santri akan diajarkan bagaimana cara-cara membaca Al-Qur'an yang sesuai dengan sistem bacaan dalam membaca Al-Qur'an. Dimana santri langsung praktek membaca Al-Qur'an besar. Disini santri akan diperkenalkan beberapa sistem bacaan, yaitu  tartil, tahqiq, dan taghanni.


d. Metode Jibril

Terminology (istilah) metode jibril yang digunakan sebagai nama dari pembelajaran Al-Qur'an yang diterapkan di PIQ Singosari Malang, adalah dilatar belakangi perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti bacaan Al-Qur'an yang telah diwahyukan melalui malaikat Jibril. Menurut KH. M. Bashori Alwi (dalam Taufiqur-rohman) sebagai pencetus metode jibril, bahwa teknik dasar metode jibril bermula dengan membaca satu ayat atau lanjutan ayat atau waqaf, lalu ditirukan oleh seluruh orang-orang yang mengaji. Sehingga mereka dapat menirukan bacaan guru dengan pas. Metode jibril terdapat 2 tahap yaitu tahqiq dan tartil.

e. Metode Qiro’ati

Metode Qiro’ati disusun oleh Ustadz H. Dahlan Salim Zarkasy pada tahun 1986 bertepatan pada tanggal 1 Juli. H.M Nur Shodiq Ahrom (sebagai penyusun didalam bukunya “Sistem Qa'idah Qira’ati” Ngembul, Kalipare), metode ini ialah membaca Al-Qur'an yang langsung memasukkan dan mempraktek-kan bacaan tartil sesuai dengan qa'idah ilmu tajwid sistem pendidikan dan pengajaran metode Qira’ati ini melalui system pendidikan berpusat pada murid dan kenaikan kelas/jilid tidak ditentukan oleh bulan/tahun dan tidak secara klasikal, tapi secara individual (perseorangan).
Santri/ anak didik dapat naik kelas/ jilid berikutnya dengan syarat:
1.      Sudah menguasai materi/paket pelajaran yang diberikan di kelas.
2.      Lulus tes yang telah diujikan oleh sekolah/TPA.

1. Prinsip –prinsip dasar Qiro’ati
Prinsip-prinsip yang di pegang oleh guru/ustadz yaitu:
-          Tiwagas (teliti, waspada dan tegas)
-          Daktun (tidak boleh menuntun)
Prinsip-prinsip yang harus dipegang santri / anak didik:
-          CBSA : Cara belajar santri aktif.
-          LCTB  : Lancar cepat tepat dan benar.

2. Strategi mengajar dalam Qiro’ati

Dalam mengajar Al-Qur'an dikenal beberapa macam stategi. Yaitu:
1.       Strategi mengajar umum (global)
a.       Individu atau privat yaitu santri bergiliran membaca satu persatu.
b.      Klasikal Individu  yaitu sebagian waktu digunakan guru/ustadz untuk menerangkan pokok pelajaran secara klasikal.
c.       Klasikal baca simak yaitu strategi ini digunakan untuk mengajarkan membaca dan menyimak  bacaan Al-Qur'an orang lain.
2.       Strategi mengajar khusus (detil)
Strategi ini agar berjalan dengan baik maka perlu di perhatikan syarat-syaratnya. Dan strategi ini meng-ajarkannya secara khusus atau detil. Dalam mengajar-kan metode qiro’ati ada I sampai VI yaitu:

Jilid I
adalah kunci keberhasilan dalam belajar membaca Al-Qur'an. Apabila Jilid I lancar pada jilid selanjutnya akan lancar pula, guru harus memperhatikan kecepatan santri.

Jilid II
adalah lanjutan dari Jilid I yang disini telah terpenuhi target Jilid I.

Jilid III
adalah setiap pokok bahasan lebih ditekankan pada bacaan panjang (huruf mad).

Jilid IV
merupakan kunci keberhasilan dalam bacaan tartil dan bertajwid.

Jilid V
ini lanjutan dari Jilid IV. Disini diharapkan sudah harus mampu membaca dengan baik dan benar

Jilid VI
Jilid ini adalah jilid yang terakhir yang kemudian dilanjutkan dengan pelajaran Juz 27.

Juz I sampai Juz VI mempunyai target yang harus dicapai sehingga disini guru harus lebih sering melatih peserta didik agar target-target itu tercapai. Metode ini mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain:
Kelebihannya :
1.      Siswa walaupun belum mengenal tajwid tetapi sudah bisa membaca Al-Qur'an secara tajwid. Karena belajar ilmu tajwid itu hukumnya fardlu kifayah sedangkan membaca Al-Qur'andengan tajwidnya itu fardlu ain.
2.      Dalam metode ini terdapat prinsip untuk guru dan murid.
3.      Pada metode ini setelah khatam meneruskan lagi bacaan ghorib.
4.      Jika santri sudah lulus 6 Jilid beserta ghoribnya, maka ditest bacaannya kemudian setelah itu santri mendapatkan syahadah jika lulus test.
Kekurangannya:
Bagi yang tidak lancar lulusnya juga akan lama karena metode ini lulusnya tidak ditentukan oleh bulan/tahun.



2.3 Pengertian Metode Ummi


عن عثمان بن عفّان رضي الله عنه عنِ النبيِّ صلى الله عليه و سلّم قال : خيركم من تعلّم القرآن و علّمه
Dari ‘Utsman radhiyallahu’anhu,  dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al Quran dan mengajarkannya.” (HR Bukhari no.5027)
Dalam hadits ini tidak ada pembatasan usia tentang usia berapa kita belajar dan  siapakah orang yang kita ajari. Maka kita mengajarkan Al Quran kepada anak juga termasuk kedalam cakupan hadits ini. Namun demikian, tidak semua wanita dapat mengajarkan Al Quran kepada anak (baik anak kandung atau selainnya) dengan baik.
Mengingat begitu besarnya keutamaan mengajarkan Al Quran, saya ingin berbagi tips kepada para pembaca sekalian yang saya ambil dari materi pembelajaran madrasatul qur'an ponpes sunan drajat.

Sebelum pengajar mulai membacakan surat, ia harus mengingatkan anak agar memusatkan perhatiannya terhadap apa yang akan dibacakan. Yang demikian itu supaya hal-hal berikut dapat terwujud:
- Anak menyimak bacaan pengajar sehingga bisa menirukan setiap harakat huruf, ketika berhenti saat waqaf pada tempat –tempat berhenti serta cara mengucapkan huruf per huruf secara benar.
- Hati anak menjadi khusyu’, tenang, dan menghormati bacaan Al Quran saat mendengarkannya.Melatih anak membaca Al-Quran langsung dari mushaf. Di samping itu juga memperkenalkan kepadanya tanda-tanda waqaf dan istilah-istilah untuk memperbaiki bacaan pada setiap ayat seperti, mad, idgham, sukun, menebalkan huruf qalqalah, memperjelas makhraj (tempat keluarnya) setiap huruf, hamzah washal, hamzah qatha’  dan lain sebagainya.
Sebelum pengajar membacakan surat, ia memulai dengan pembicaraan ringan yang menjadikan anak semangat mempelajari surat tersebut dan memahami maknanya.
Memperdengarkan bacaan Al Quran pada pendengaran anak dengan bacaan yang khusyu’ lebih dari satu kali.
Anak diminta membaca surat itu sepenggal –penggal secara bersama-sama lebih dari satu kali
Sementara itu sang pengajar membenarkan kesalahan-kesalahan yang terjadi pada anak saat membaca Al Quran.
Pengajar menyuruh beberapa anak mengulangi surat yang sudah dibacakan secara bersamaan. Kemudian menyuruh beberapa anak yang lain dan seterusnya.
Setelah itu pengajar menyuruh anak satu per satu membaca Al Quran, pengajar menyuruh salah seorang anak untuk membaca Al Quran  setelah ia memberi contoh bacaannya. Kemudian meminta anak lainnya melakukan hal serupa, dan seterusnya.
Pengajar hendaknya mendiskusikan makna surat kepada anak  dengan memberikan pertanyaan ringan. Hingga pengajar benar-benar mengetahui bahwa seluruh anak sudah memahami makna surat dengan baik.
Pengajar Al-Quran harus menanamkan dalam jiwa anak bahwa mempelajari Al-Quran adalah ibadah. Allah ta’ala memberikan pahala yang sangat besar.
Pengajar harus mempunyai target pada pertemuan itu anak harus mengulangi ayat-ayat yang diajarkan dengan membacanya berkali-kali.
Harus diperhatikan oleh pengajar yaitu membenarkan bacaan anak supaya jangan sampai salah sedikitpun. Karena yang sedikit itu akan dibawa sampai dewasa jika tidak dibetulkan.
Menjadi catatan untuk pengajar bahwa anak difahamkan dengan makna ayat-ayat yang dia pelajari dengan pemahaman sederhana, sesuai tingkatan akalnya.

Dalam mengajar tentu saja pasti ada hambatan-hambatan, maka hendaklah selalu berdo’a kepada Allah supaya diberi kesabaran dan keteguhan niat. Karena terkadang dikarenakan hambatan-hambatan yang ada, seorang pengajar menjadi putus asa.

7 PROGRAM DASAR UMMI

Program-program ini dijadikan dasar utama dalam Membangun Generasi Qur’ani, khususnya di dalam Pembelajaran Al Qur’an melalui  Metode Ummi . Program ini juga untuk membantu bagi  lembaga dan guru untuk meningkatkan kemampuan pengolahan . pengelolaan dan pembelajaran Al Qur’an yang efektif, mudah, menyenangkan dan menyentuh hati. Melalui tahapan program ini menjamin setiap guru Al Qur’an akan  mampu memahami metodologi pengajaran Al Qur’an serta tahapan-tahapannya dan pengelolaan kelas dengan baik.
Sehingga diharapkan denngan 7 program ini sebagi Sistem pengajaran Al Qur’an Metode Ummi menjamin setiap lulusan SD/MI, TKQ, TPQ tartil baca Al Qur’an. Insya Allah.

Adapun 7 program dasar Ummi adalah sebagai berikut:

1. TASHIH BACA AL QUR’AN (Tes Bacaan Al Qur’an)
Program ini dimaksudkan untuk memetakan standar kualitas bacaan
Al Qur’an guru / calon guru Al Qur’an, sekaligus untuk memastikan
bacaan Al Qur’an guru / calon guru Al Qur’an yang akan mengajarkan
Metode Ummi sudah baik / tartil.

2. TAHSIN (Pembinaan Baca Al Qur’an)
Program ini dilakukan dalam rangka membina bacaan dan sikap para guru / calon guru Al Qur’an sampai bacaan Al Qur’annya bagus / tartil. Mereka yang telah lulus tahsin dan tashih berhak mengikuti sertifikasi guru Al Qur’an Metode Ummi.


3. Tartil Qur’an
Calon guru mendalami tartil Al Qur’an standar Metode Ummi dan bagaimana mengerjakannya pada santri/siswa, pemantaban dan pembinaan lagu murottal Metode Ummi pada calon guru.

4. Ghoroib Al Qur’an dan Tajwid Dasar
Calon guru lebih memahami dan mempraktekan bacaan-bacaan pada Al Qur’an yang Musykilat/asing serta tehnik pengerjaanya pada santri/siswa.


5. MUNAQOSAH (Uji Kompetensi Siswa / Santri)
Merupakan program penilaian kemampuan siswa / santri pada akhir pembelajaran untuk menentukan kelulusan.
Bahan yang diujikan meliputi :
a.  Fashohah dan Tartil Al Qur’an (juz 1-30) .
b.  Membaca Ghoroib dan komentarnya .
c.  Teori Ilmu Tajwid dan menguraikan hukum-hukum bacaan.
d.  Hafalan dari surat Al A’la sampai surat An Naas.


6. KHOTAMAN DAN IMTIHAN (Uji Publik Kemampuan Baca Al Qur’an)
- Acara yang dikemas elegan, sederhana dan melibatkan seluruh stake holder sekaligus
merupakan laporan secara langsung dan nyata kualitas hasil pembelajaran Al Qur’an
kepada orang tua wali santri. Acara meliputi :
a. Demo kemampuan membaca dan hafalan Al Qur’an
b. Uji publik kemampuan membaca, hafalan, bacaan ghoroib dan tajwid dasar
c. Uji dari tenaga ahli Al Qur’an dari Tim Ummi dengan lingkup materi tertentu
- Memberi hadiah bagi pembaca terbaik, penghafal terbanyak dan paling rajin membaca
- Pesan untuk memelihara bacaan dan terus belajar Al Qur’an
- Sambutan pihak sekolah, orang tua, Tim Ummi dan stake holder lainnya
- Waktu dan tempat acara sepenuhnya kewenangan sekolah

7. Tertib

2.4 Proses Pembelajaran Al Quran Segala Fase Usia

Cara Belajar Baca Al-Quran
           
Dalam membaca Al Quran dan memahami makna dari tiap ayat Al Quran yang kita baca, tentunya kita harus mengetahui bagaimana cara membaca yang baik dengan mengenal huruf hijaiyyah, tajwid dan hukum cara membaca Al Quran. Cara belajar membaca alquran yang baik adalah dengan beberapa  langkah yang harus diperhatikan agar dapat membaca Al Quran dengan baik dan benar.

1. Pada mulanya kita harus bisa mengenal dan membaca huruf hijaiyyah yang jumlahnya ada 28 huruf. Membaca Al Quran sama hal kita belajar membaca huruf alphabet dan belajar membaca bahasa indonesia. Jika kita mengetahui dan dapat membaca 28 huruf hijaiyyah dengan benar, itu merupakan modal pertama untuk kita membaca Al Quran dengan baik. Namun sebelum membaca Al Quran kita diharuskan mengawali dengan membaca kitab Iqro yang isinya dimulai dari cara membaca dan mengeja huruf hijaiyyah mulai dari ‘Alif sampai dengan ‘Ya kemudian di dalam Iqro kita akan diajarkan awal mulanya belajar membaca dan melafazkan contoh dari huruf hijaiyyah seperti halnya kita kali pertama belajar melafazkan bahasa indonesia, dilanjutkan dengan level dalam membaca Iqro dari tingkat 1 sampai dengan tingkat 6. Jika sudah tamat dalam membaca Iqro kemudian baru mempelajari baca Al Quran dimulai dari surat Al Fatihah dan Al Baqarah ayat 1-5.

2. Setelah dirasa mampu dan fasih dalam membaca huruf hijaiyyah, kemudian mempelajari dan memahami tanda baca dalam tiap ayat Al Quran seperti fathah, kasrah, dan dhomah. Ketiga tanda baca tersebut sama halnya dengan kita membaca dan mengeja tanda huruf vokal dalam bahasa indonesia.

3. Kemudian setelah paham dengan tanda baca Al Quran, dilanjutkan dengan melafazkannya dengan mengetahui panjang pendeknya harkat yang harus dibaca. Selain tanda baca seperti fathah, kasrah dan dhomah, ada tanda baca lainnya yang harus diperhatikan seperti Mad Arid Lissukun, Mad Wajib Muttasil dll. Walaupun isyarat tanda baca ini tidak sering muncul dalam tiap ayat Al Quran. Namun kita harus benar-benar memperhatikan isyarat dan tanda baca yang muncul di tiap ayat Al Quran.

4. Kemudian yang paling penting berikutnya dalam membaca Al Quran adalah mengetahui tekhnik membaca Al Quran yang dikenal diantaranya seperti :

a. Idgham Bighunnah, dibaca berdenggung sampai 6 har’kat
b. Idgham Billaqunnah, sama halnya dengan Idgham Bighunnah
c. Izhar, dibaca jelas
d. Ikhfa, dibaca samar
e. Iqlab, apabila bertemu dengan huruf iqlab, maka dibaca huruf mati contoh mim ( م )

Dengan mempelajari tekhnik diatas kita semakin faham dan mengetahui bagaimana cara membaca Al Quran yang baik dan benar serta bagaimana cara melafazkan dari tiap ayat Al Quran.

5. Yang terakhir adalah “praktek”. Dengan mempraktekan bagaimana cara membaca Al Quran, kita bisa mengetahui seberapa besar kemampuan kita dalam membaca, memahami Al Quran. Membaca Al Quran juga sangat diwajibkan sebagai Ummat Muslim karena dari tiap 1 ayat yang kita baca mengandung 10 kebaikan. Agar kita fasih dan benar dalam membaca, melafazkan dan memahami Al Quran ada baiknya menggunakan guru pembimbing agar jika terjadi kesalahan dalam melafazakannya ada yang membantu memperbaiki kesalahan dalam melafazkan.

Seperti Sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi :

” Ibadah yang paling utama bagi umatku adalah membaca Al Quran ” dan Hidup dalam naungan Al Quran adalah untuk mendapatkan kedamaian dan keindahan dunia akhirat, karena sesungguhnya Al Quran adalah Pedoman hidup bagi setiap umat manusia yang setiap kejadian di dunia sudah tertulis di dalam Al Quran.

Belajar membaca alquran dengan baik juga memiliki manfaat yang banyak bagi kehidupan manusia. Waktu yang baik dalam membaca Al Quran adalah sebelum masuk waktu Shalat subuh dan setelah shalat Magrib.

Fase anak

Cara mengajari anak membaca alquran sangat penting diketahui oleh para orang tua yang menginginkan anaknya agar bisa membaca alquran dengan benar. Cara mengajari anak membaca alquran bisa bunda terapkan di dalam kehidupan sehari-hari, bisa di mulai dari usia sedini mungkin bahkan semenjak bayi belum lahir. Bunda bagi anda yang beragama islam tentu sangat menginginkan agar anaknya dapat menghapal alquran di usia sedini mungkin agar mereka lebih mengenal agama mereka dari sejak kecil. Cara mengajari anak membaca alquran berikut ini mungkin bisa sedikit membantu bunda dan ayah saat ingin mengajari anaknya agar fasih dalam membaca alquran di rumah.

Cara mengajari anak membaca alquran :

1. Cara pertama jika anda ingin mengajari anak membaca alquran adalah perdengarkan ayat alquran setiap hari di rumah tidak menjadi masalah apakah anak mendengarkan atau tidak baik ia main-main atau melakukan aktifitas apapun di dalam rumah tetapi otak bawah sadarnya tanpa si anak sadari merekam bacaan alquran yang ia dengar. Bahkan mungkin anak akan hapal dengan sendirinya ayat-ayat alquran yang sering ia dengar dan anda akan merasa sangat takjub. sama seperti kalau kita sering memperdengarkan lagu-lagu dewasa tanpa anak sadari ia menjadi hapal lagu tersebut.

2. Konsisten
Bunda untuk mengajari anak membaca alquran syarat utamanya anda harus konsisten jangan putus-putus karena kekonsistenan anda adalah parameter keberhasilan anda dalam mengajri anak membaca alquran.

3. Menjadi sauri tauladan bagi anak
Ini sangat penting untuk bunda dan ayah perhatiakan karena anak adalah peniru yang hebat maka otomatis anda sebagai orang tua yang sering bersamanya yang akan ia tiru pertama kali, kalau anda sering membaca alquran dan menghapalnya maka secara otomatis anak-anak anda akan melihat dan lama kelamaan mereka akan meniru anda membaca alquran walaupun mungkin masih banyak salah tetapi paling tidak mereka sudah mengenal alquran sejak kecil.

4. Bacakan ayat-ayat alquran sejak anak masih dalam kandungan
Bunda ternyata banyak yang sudah membuktikan hal ini banyak ibu-ibu yang merasa takjub saat anaknya berusia 2 tahun kata yang pertama keluar dari mulutnya adalah ayat alquran ternyata setelah di tanya pada kedua orang tuanya bahwa waktu di dalam kandungan orang tuanya sering membaca ayat-ayat alquran. Ada seorang ibu yang waktu hamil sering membaca surat al kahfi maka anaknya waktu belajar bicara kata yang pertama ia ucapkan adalah surat alkahfi subhanalloh, itulah otak manusia yang sangat dahsyat bahkan sejak dalam rahimpun otak kita sudah merekam suara apa yang ia dengar di dunia luar. Maka ibu-ibu yang lagi hamil hati-hati memperdengarkan hal-hal tidak baik pada sang jabang bayi karena jabang bayi anda akan merekam apa yang ia dengar.

5. Beri reward yang ia mau dengan syarat ia harus hapal surat atau ayat alquran
Bunda cara ini bisa bunda gunakan pada anak yang sudah berusia 5 tahun keatas saat anak sudah punya keinginan pada sesuatu. misal anak anda menginginkan baju princes maka anda kasih syarat asal ia harus hapal misal surat alikhlas dengan benar maka anda baru akan membelikannya baju princes dan begitu terus sampai mungkin secara tidak sadar anak akan hapal banyak surat dalam alquran karena semakin banyak yang ia minta maka akan semakin banyak surat dan ayat yang ia hapal. dan hal ini bisa bunda buktikan. bisa jadi pada usia 7 tahun anak anda sudah hapal 30 zuz alquran.

Fase Lanjut

Tips Semangat Belajar Mengaji Di Usia Tua
Umumnya umat muslim sekarang enggan belajar mengaji karena alasan sudah tua. Berapakah usia tua itu? 20, 30, 40, 50, 60, 70 tahun? Tampaknya semakin bertambah usia justru semakin memilki alasan untuk enggan belajar mengaji.


Bagi yang sudah memiliki anak mungkin saja mereka menyekolahkan anaknya di TPA (Taman Pendidikan Al Quran). Namun orang tuanya sendiri enggan belajar mengaji, karena alasan sibuk dan tua (serta mungkin malu).

Inspirasi dari Rasulullah dan Sahabat

Agar memiliki semangat untuk belajar mengaji (dan menghapal Al Quran) kita dapat mencari tahu pada usia berapakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya memulai belajar mengaji dan menghapal Al Quran? Berikut ini perkiraannya (usia dalam kalender hijriah).

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berusia 39 tahun.
    Khadijah (istri Rasulullah) radhiyallahu anha berusia 54 tahun.
    Abu Bakar radhiyallahu anhu berusia 37 tahun.
    Umar bin Khattab radhiyallahu anhu diperkirakan berusia 22-27 tahun.
    Utsman bin Affan radhiyallahu anhu 35 tahun.
    Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu diperkirakan berusia 7-12 tahun.
    Abu Ubaidah radhiyallahu anhu berusia 28 tahun.
    Thalhah radhiyallahu anhu berusia 14 tahun.
    Az-Zubair bin Al Awwam radhiyallahu anhu berusia 15 tahun.
    Abdurrahman bin Auf radhiyallahu anhu berusia 30 tahun.
    Sa'ad bin Abu Waqqash radhiyallahu anhu berusia 17 tahun.
    Sa'id bin Zaid radhiyallahu anhu berusia antara 11-15 tahun.

Generasi pertama umat Islam yang hidup sejaman dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika pertama kali masuk Islam memiliki usia yang berbeda-beda, beragam usia. Ada yang masuk Islam di usia muda dan ada juga yang menjadi muslim di usia tua. Semuanya memiliki kesamaan yakni tak malu untuk mulai belajar mengaji dan menghapal Al Quran.

Dari sini kita dapat mengetahui bila tidak ada alasan untuk merasa tua (dan malu) untuk mulai belajar mengaji (dan menghapal Al Quran).

2.5 Peluang Aplikasi Pembelajaran Al Quran Secara Privat

 Alasan Memilih Les Privat

Bimbingan belajar adalah salah satu cara efektif untuk meningkatkan prestasi anak di sekolah. Anak-anak pada umumnya tidak memiliki keinginan untuk mengulang pelajaran yang telah diajarkan di sekolah. Padahal, dengan belajar mengulang pelajaran dari sekolah dapat meningkatkan prestasi dari belajar anak-anak di sekolah. Bimbingan belajar akan membantu anak dalam memahami mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Anak-anak akan dikondisikan untuk meluangkan sebagian waktunya untuk belajar dari pelajaran di sekolah. Salah satu jenis bimbingan belajar yang dapat mendukung pendidikan anak adalah dengan les privat. Les privat dapat membantu meningkatkan prestasi anak di sekolah karena bimbingan belajar dengan cara ini dapat memberikan manfaat pada anak sebagai berikut:
Fleksibilitas waktu belajar

Jam belajar di sekolah tentunya telah dijadwalkan dalam periode tertentu. Begitu pula dengan jam belajar di lembaga bimbingan belajar. Les privat dapat memberikan anak anda waktu yang lebih fleksibel dalam belajar. Anda dapat menyesuaikan waktu les privat anak anda menurut jadwal waktu sekolah, bermain maupun jadwal dari guru les privat itu sendiri. Anda juga dapat berdiskusi dengan anak anda dan guru privat untuk menentukan waktu mulai les privat yang paling nyaman serta lama periode belajar les privat tersebut.
Membantu anak lebih berkonsentrasi

Anak-anak memiliki karakter belajar yang berbeda-beda. Beberapa anak dapat belajar di suasana lingkungan yang ramai dengan banyak orang. Beberapa anak yang lain lebih dapat belajar di suasana lingkungan yang sepi dan tidak banyak orang. Les privat memberikan kesempatan bagi anak untuk mendapatkan pengajar yang intensif sehingga akan membantu anak untuk lebih berkonsentrasi terhadap mata pelajaran yang diajarkan.
Pengajar yang lebih intensif dan personal

Tenaga pengajar pada les privat akan dapat dengan mudah memantau perkembangan anak anda dengan lebih cermat. Guru les privat dapat mengetahui karakter cara belajar anak, serta kelebihan dan kekurangan anak dalam menerima pelajaran yang diajarkan.
Mudah dipantau

Apabila anak anda mengikuti les privat, anda akan dapat dengan mudah memantau perkembangan belajar anak. Anda dapat secara langsung mengetahui bagaimana anak belajar dengan guru. Memantau pendidikan anak di sekolah akan sangat sulit, terutama karena guru sekolah formal memiliki tanggung jawab yang sama besarnya untuk sejumlah besar murid yang ada di sekolah.
Menghemat waktu dan tenaga untuk transportasi

Mengikuti pendidikan tambahan di lembaga bimbingan belajar berarti anda harus meluangkan waktu untuk mengantar dan menjemput anak anda di tempat lembaga bimbingan belajar tersebut berada. Dengan les privat, anda tidak perlu jauh-jauh mengeluarkan biaya untuk transportasi. Anak anda juga tidak merasa lelah di perjalanan yang dapat mengurangi energi yang seharusnya digunakan untuk belajar.

2.6 Karakteristik Pengamalan Ilmu Agama

Ilmu dipelajari untuk diamalkan, bukan hanya sekedar menambah wawasan dan kepintaran, apalagi jika diniatkan untuk membodoh-bodohi orang lain.

Malik bin Dinar berkata,

من طلب العلم للعمل وفقه الله ومن طلب العلم لغير العمل يزداد بالعلم فخرا

“Barangsiapa yang mencari ilmu (agama) untuk diamalkan, maka Allah akan terus memberi taufik padanya. Sedangkan barangsiapa yang mencari ilmu, bukan untuk diamalkan, maka ilmu itu hanya sebagai kebanggaan (kesombongan)” (Hilyatul Auliya’, 2: 378).

Dalam perkataan lainnya, Malik bin Dinar berkata,

إذا تعلم العبد العلم ليعمل به كسره علمه وإذا تعلم العلم لغير العمل به زاده فخرا

“Jika seorang hamba mempelajari suatu ilmu dengan tujuan untuk diamalkan, maka ilmu itu akan membuatnya semakin merunduk. Namun jika seseorang mempelajari ilmu bukan untuk diamalkan, maka itu hanya akan membuatnya semakin sombong (berbangga diri).” (Hilyatul Auliya’, 2: 372).

Wahb bin Munabbih berkata,

مثل من تعلم علما لا يعمل به كمثل طبيب معه دواء  لا يتداوى به

“Permisalan orang yang memiliki ilmu lantas tidak diamalkan adalah seperti seorang dokter yang memiliki obat namun ia tidak berobat dengannya.” (Hilyatul Auliya’, 4: 71).

Ibrahim Al Harbi berkata,

حملني أبي الى بشر بن الحارث فقال يا أبا نصر ابني هذا مشتهر بكتابة الحديث والعلم فقال لي يا بني هذا العلم ينبغي أن يعمل به فان لم يعمل به كله فمن كل مائتين خمسة مثل زكاة الدراهم

“Ayahku pernah membawaku pada Basyr bin Al Harits, lanta ia berkata, “Wahai Abu Nashr (maksudnya: Basyr bin Al Harits), anakku sudah masyhur dengan penulisan hadits dan ia terkenal sebagai orang yang berilmu.” Lantas Basyr menasehatiku, “Wahai anakku, namanya ilmu itu mesti diamalkan. Jika engkau tidak bisa mengamalkan seluruhnya, amalakanlah 5 dari setiap 200 (ilmu) seperti halnya hitungan dalam zakat dirham -perak- (yaitu 1/40 atau 2,5%).” (Hilyatul Auliya’, 8: 347)

Syaqiq Al Balkhi berkata,

الدخول في العمل بالعلم والثبات فيه بالصبر والتسليم إليه بالإخلاص فمن لم يدخل فيه بعلم فهو جاهل

“Masuk dalam amalan hendaklah diawali dengan ilmu. Lalu terus mengamalkan ilmu tersebut dengan bersabar. Kemudian pasrah dalam berilmu dengan ikhlas. Siapa yang tidak memasuki amal dengan ilmu, maka ia jahil (bodoh).” (Hilyatul Auliya’, 8: 69).

Sufyan bin ‘Uyainah berkata,

ما شيء أضر عليكم من ملوك السوء وعلم لا يعمل به

“Tidak ada sesuatu yang lebih memudhorotkan kalian selain dari raja yang jelek dan ilmu yang tidak diamalkan.” (Hilyatul Auliya’, 7: 287).

‘Abdul Wahid bin Zaid berkata,

من عمل بما علم فتح الله له ما لا يعلم

“Barangsiapa mengamalkan ilmu yang telah ia pelajari, maka Allah akan membuka untuknya hal yang sebelumnya ia tidak tahu.” (Hilyatul Auliya’, 6: 163).

Ma’ruf Al Karkhi berkata,

إذا أراد الله بعبد خيرا فتح الله عليه باب العمل وأغلق عنه باب الجدل وإذا أراد بعبد شرا أغلق عليه باب العمل وفتح عليه باب الجدل

“Jika Allah menginginkan kebaikan pada seorang hamba, Dia akan membuka baginya pintu amal dan akan menutup darinya pintu jidal (suka berdebat atau bantah-bantahan). Jika Allah menginginkan kejelekan pada seorang hamba, Dia akan menutup baginya pintu amal dan akan membuka baginya pintu jidal (suka berdebat)” (Hilyatul Auliya’, 8: 361).

Imam Ahmad mengatakan, “Menuntut ilmu dan mengajarkannya lebih utama daripada berjihad dan amal sunnah lainnya.” Karena ilmu itu adalah asas dan pokok segala urusan, bahkan dia merupakan ibadah paling agung serta kewajiban kolektif (fardhu kifayah) yang paling ditekankan. Bahkan dengan ilmulah Islam dan kaum muslimin tetap hidup.

Adapun ibadah-ibadah sunnah hanya akan memberikan manfaat bagi diri pelakunya sendiri dan tidak mengenai orang lain. Ilmu itulah warisan yang ditinggalkan para Nabi dan cahaya yang akan menerangi hati. Orang yang mewarisinya adalah golongan Allah dan pembela-Nya, mereka adalah orang yang paling utama di sisi Allah, paling dekat dengan-Nya, paling takut kepada-Nya serta paling tinggi derajatnya.” (lihat Hasyiyah Tsalatsatul Ushul, hal. 11)

Ibarat Pohon yang Tak Berbuah

Namun ingat, bahwa ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu yang membuahkan amalan, itulah ilmu yang bermanfaat.

Syaikh Abdurrahman bin Qasim An Najdi rahimahullah mengatakan, “Amal adalah buah dari ilmu. Ilmu itu dicari demi mencapai sesuatu yang lain. Fungsi ilmu ibarat sebatang pohon, sedangkan amalan seperti buahnya. Maka setelah mengetahui ajaran agama Islam seseorang harus menyertainya dengan amalan. Sebab orang yang berilmu akan tetapi tidak beramal dengannya lebih jelek keadaannya daripada orang bodoh.

Di dalam hadits disebutkan, “Orang yang paling keras siksanya adalah seorang berilmu dan tidak diberi manfaat oleh Allah dengan sebab ilmunya.” Orang semacam inilah yang termasuk satu di antara tiga orang yang dijadikan sebagai bahan bakar pertama-tama untuk menyalakan api neraka.

Di dalam sebuah sya’ir dikatakan,

Orang alim yang tidak mau

Mengamalkan ilmunya

Mereka akan disiksa sebelum

Disiksanya para penyembah berhala. (lihat Hasyiyah Tsalatsatul Ushul, hal. 12)

Ancaman Bagi Orang yang Berilmu Tapi Tidak Beramal

Syaikh Nu’man bin Abdul Karim Al Watr mengatakan, “Di dalam al-Qur’an Allah ta’ala sering sekali menyebutkan amal shalih beriringan dengan iman. Allah juga mencela orang-orang yang mengatakan apa-apa yang mereka tidak kerjakan. Dan Allah mengabarkan bahwa perbuatan seperti itu sangat dimurkai-Nya.

Allah berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan. Sungguh besar kemurkaan di sisi Allah karena kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan.” (QS. Ash Shaff [61]: 2-3)

Di dalam shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan hadits Usamah bin Zaid, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari kiamat nanti akan ada seseorang yang didatangkan kemudian dilemparkan ke dalam neraka. Isi perutnya terburai, sehingga ia berputar-putar sebagaimana berputarnya keledai yang menggerakkan penggilingan. Penduduk neraka pun berkumpul mengerumuninya. Mereka bertanya, ‘Wahai fulan, apakah yang terjadi pada dirimu? Bukankah dahulu engkau memerintahkan kami untuk berbuat kebaikan dan melarang kami dari kemungkaran?’. Dia menjawab, ‘Dahulu aku memerintahkan kalian berbuat baik akan tetapi aku tidak mengerjakannya. Dan aku melarang kemungkaran sedangkan aku sendiri justru melakukannya’.”

Oleh sebab itu ilmu harus diamalkan. Shalat harus ditegakkan. Zakat juga harus ditunaikan, dan lain sebagainya. Karena sesungguhnya Allah tidak memiliki tujuan lain dalam menciptakan makhluk kecuali supaya mereka beribadah kepada-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyaat [51]: 56)” (Lihat Taisirul Wushul, hal. 10)

Berilmu Tidak Beramal Menyerupai Kaum Yahudi

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Maksud perkataan beliau (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab), “Beramal dengannya” adalah beramal dengan perkara-perkara yang dituntut oleh ilmu ini, yaitu beriman kepada Allah, menaati-Nya dengan cara melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Beramal dengan ibadah yang khusus maupun ibadah yang berdampak keluar. Ibadah yang khusus seperti shalat, puasa dan haji. Sedangkan ibadah yang berdampak keluar ialah seperti beramar ma’ruf dan nahi munkar, berjihad di jalan Allah dan lain sebagainya.

Pada hakikatnya amal adalah buah ilmu. Barang siapa yang beramal tanpa ilmu maka dia telah menyerupai orang Nasrani. Dan barang siapa yang berilmu tapi tidak beramal maka dia telah menyerupai orang Yahudi.” (Lihat Syarhu Tsalatsatul Ushul, hal. 22)

Belum Layak Disebut ‘Alim Jika Belum Beramal

Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan hafizhahullah berkata, “Ilmu tidaklah dituntut melainkan supaya diamalkan. Yaitu dengan mewujudkan ilmu dalam praktek nyata, yang tampak dalam bentuk pola pikir seseorang dan perilakunya. Terdapat nash-nash syari’at yang mewajibkan untuk mengikuti ilmu dengan amalan dan agar akibat dari ilmu yang dipelajari muncul pada diri orang yang menuntut ilmu. Dan terdapat ancaman yang keras terhadap orang yang tidak beramal dengan ilmunya. Dan begitu pula bagi orang yang tidak memulai perbaikan dari dirinya sendiri sebelum memperbaiki diri orang lain. Dan dalil-dalil tentang hal itu sudah sangat populer dan dikenal.

Sungguh indah ucapan Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah, “Seorang ‘Aalim itu masih dianggap Jaahil (bodoh) apabila dia belum beramal dengan ilmunya. Apabila dia sudah mengamalkan ilmunya maka jadilah dia seorang yang benar-benar ‘Aalim.”

Ini adalah ungkapan yang sangat tepat. Karena apabila seseorang memiliki ilmu, akan tetapi dia tidak mengamalkan ilmu tersebut maka dia tetaplah disebut jahil. Sebab tidak ada perbedaan antara keadaan dirinya dengan keadaan orang yang jahil. Apabila dia berilmu tetapi tidak mengamalkannya maka orang yang alim itu belumlah pantas disebut sebagai orang berilmu yang sesungguhnya, kecuali bila di sudah beramal dengan ilmunya.” (Hushulul Ma’mul, hal. 16)

Beramal Adalah Sarana Mempertahankan Ilmu

Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan hafizhahullah berkata, “Kemudian perlu dimengerti pula bahwa sebenarnya beramal itu juga termasuk penyebab ilmu tetap ada dan bertahan. Oleh sebab itulah, dapat anda jumpai bahwa orang yang beramal dengan ilmunya akan mudah mengeluarkan ilmunya kapanpun dia mau.

Adapun orang yang tidak beramal dengan ilmunya maka ilmu yang didapatkannya sangat cepat hilang. Sebagian ulama salaf mengatakan, “Dahulu kami mencari sarana pendukung dalam rangka menghafalkan hadits dengan cara mengamalkannya.”

Selain itu, ulama lain mengatakan, “Barang siapa yang mengamalkan ilmu yang diketahuinya niscaya Allah akan mewariskan kepadanya ilmu lain yang belum dia ketahui. Dan barang siapa yang tidak beramal dengan ilmu yang sudah diketahuinya maka sangat dikhawatirkan Allah akan melenyapkan ilmu yang dimilikinya.”

Perkataan ini dianggap hadits oleh sebagian orang, padahal sebenarnya itu bukan hadits. Sebab itu hanyalah ungkapan yang disebutkan Syaikhul Islam rahimahullah. Makna dari kalimat ‘Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum dimilikinya’ adalah Allah akan menambahkan keimanan dan menyinari pandangan mata hatinya serta membukakan baginya berbagai jenis ilmu dan cabang-cabangnya.

Oleh sebab itulah anda temukan orang alim yang senantiasa beramal terus mendapatkan peningkatan dan memperoleh limpahan barakah dari Allah dalam hal waktu dan ilmunya. Dalil pernyataan ini terdapat di dalam kitabullah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang tetap mencari petunjuk maka Allah akan tambahkan kepada mereka petunjuk dan Allah anugerahkan kepada mereka ketakwaan.” (QS. Muhammad [47]: 17)

Asy Syaukani mengatakan, “Artinya Allah pasti akan menambahkan kepada mereka keimanan, dan ilmu serta bashirah dalam beragama. Sehingga maknanya orang-orang yang mencari hidayah dengan meniti jalan kebaikan, beriman kepada Allah, dan mengamalkan perintah-Nya niscaya Allah akan tambahkan keimanan, ilmu dan bashirah dalam beragama kepada mereka”. Maka seorang muslim hendaknya mengenali urgensi mengamalkan ilmu.” (Hushulul Ma’mul, hal. 17)

Ilmu Akan Menjadi Pembela Atau Penentangmu

Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan hafizhahullah berkata, “Dan hendaknya diingat bahwa seseorang yang tidak beramal dengan ilmunya maka ilmunya itu kelak akan menjadi bukti yang menjatuhkannya.

Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Barzah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai dia akan ditanya tentang empat perkara, diantaranya adalah tentang ilmunya, apa yang sudah diamalkannya.”

Ini bukan hanya berlaku bagi para ulama saja, sebagaimana anggapan sebagian orang. Akan tetapi semua orang yang mengetahui suatu perkara agama maka itu berarti telah tegak padanya hujjah. Apabila seseorang memperoleh suatu pelajaran dari sebuah pengajian atau khutbah Jum’at yang di dalamnya dia mendapatkan peringatan dari suatu kemaksiatan yang dikerjakannya sehingga dia pun mengetahui bahwa kemaksiatan yang dilakukannya itu adalah haram maka ini juga ilmu. Sehingga hujjah juga sudah tegak dengan apa yang didengarnya tersebut.

Dan terdapat hadits yang sah dari Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan al-Qur’an itu adalah hujjah bagimu atau hujjah untuk menjatuhkan dirimu.” (HR. Muslim)” (Hushulul Ma’mul, hal. 18)

Hukum Bila Ilmu Tidak Diamalkan

Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah berkata, “Beramal dengan ilmu itu ada yang apabila ditinggalkan menyebabkan kekafiran, ada pula yang menyebabkan terjatuh dalam kemaksiatan, dan ada pula yang membuat dirinya terjatuh dalam perkara yang makruh, dan ada juga yang apabila ditinggalkan boleh. Lantas bagaimanakah maksudnya ?

Ilmu itu terbagi menjadi beberapa bagian. Ilmu tentang tauhid, yaitu meyakini bahwasanya Allah sajalah yang berhak diibadahi. Maka apabila seorang hamba mengetahui ilmu ini lalu tidak beramal dengan ilmu ini sehingga dia berbuat syirik kepada Allah jalla wa ‘ala maka ilmunya itu tidak akan bermanfaat baginya. Maka pada saat semacam itu bagi dirinya meninggalkan amalan menyebabkan dia kafir.

Dan terkadang bisa dikategorikan maksiat yaitu misalnya apabila seseorang mengetahui bahwa khamr haram diminum, dijual, dibeli, memberikan, memintanya, dan seterusnya. Kemudian dia menyelisihi ilmu yang dimilikinya padahal dia mengetahui keharamannya, tetapi dia tetap nekat melakukannya. Maka tindakannya ini dikategorikan kemaksiatan. Artinya dia telah terjatuh dalam dosa besar.

Dalam pembahasan ini, ada pula ilmu yang apabila tidak diamalkan dihukumi sebagai hal yang makruh. Seperti contohnya apabila seseorang mengetahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat dengan tata cara tertentu yang termasuk sunnah-sunnah shalat kemudian dia tidak mengamalkannya maka ini makruh hukumnya. Karena dia telah meninggalkan sebuah amal sunnah, bukan wajib. Sehingga hukum meninggalkannya adalah makruh saja sedangkan mengamalkannya hukumnya mustahab.

Dan terkadang beramal dengan ilmu itu mubah saja begitu pula mubah meninggalkannya. Seperti perkara-perkara mubah dan adat dan semacamnya. Seperti misalnya apabila sampai kepada kita hadits bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai pakaian dengan model tertentu, atau cara berjalan beliau adalah demikian dan demikian. Perkara-perkara ini adalah perkara manusiawi dan kebiasaan saja, sebagaimana sudah kita pelajari bahwa hal seperti ini tidak termasuk perkara yang kita diperintahkan untuk menirunya. Sehingga tidak mengerjakannya adalah mubah sebab seorang muslim memang tidak diperintahkan untuk meniru perkara-perkara semacam ini. Yaitu perkara-perkara seperti tata cara berjalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, suaranya, atau hal-hal lain yang termasuk perkara manusiawi dan kebiasaan saja yang dilakukan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga mengamalkan hal itu mubah saja. Dan terkadang bisa juga diberi pahala apabila disertai niat ingin meneladani beliau. Karena itulah maka meninggalkan amal dalam hal ini juga mubah…” (Syarh Kitab Tsalatsatul Ushul, hal. 5)

Mengamalkan Ilmu Adalah Ciri Penuntut Ilmu Sejati

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Ustaimin rahimahullah menyebutkan bahwa salah satu adab yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu adalah mengamalkan ilmu yang dimiliki. Beliau mengatakan, “Sudah seyogyanya penuntut ilmu beramal dengan ilmunya, baik yang terkait dengan masalah akidah, akhlak, adab maupun muamalah. Karena sesungguhnya inilah buah ilmu dan hasil yang bisa dipetik darinya.

“Seseorang yang membawa ilmu itu seperti orang yang membawa senjata. Bisa jadi senjata itu membelanya atau justru berbalik mengenai dirinya. Oleh sebab itulah terdapat sebuah hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Al-Qur’an adalah hujjah pembelamu atau yang menjatuhkanmu.” (HR. Muslim). Al-Qur’an akan membelamu jika kamu beramal dengannya. Dan dia akan berubah menjadi musuhmu apabila kamu tidak mengamalkannya…” (Kitabul ‘Ilmi, hal. 32)

Mengamalkan Ilmu Adalah Ciri Da’i Sejati

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan, “Salah satu akhlak dan sifat yang semestinya bahkan wajib dimiliki oleh da’i adalah beramal dengan isi dakwahnya. Dan hendaknya dia bisa menjadi teladan yang baik dalam perkara yang didakwahkannya. Bukan termasuk orang yang mengajak kepada sesuatu kemudian meninggalkannya. Atau melarang sesuatu tetapi kemudian dia sendiri justru melakukannya. Ini adalah keadaan orang-orang yang merugi, kita berlindung kepada Allah darinya.

Adapun keadaan orang-orang yang beriman dan beruntung adalah menjadi da’i kebenaran, mereka mengamalkan ajakannya, bersemangat melakukannya, bersegera mengerjakannya serta berusaha menjauhi perkara yang dilarangnya. Allah jalla wa ‘ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang kalian sendiri tidak mengerjakannya. Sungguh besar murka Allah atas perkataan kalian terhadap sesuatu yang kalian sendiri tidak kerjakan.” (QS. Ash Shaff [61]: 2-3)

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman dalam konteks celaan terhadap kaum Yahudi karena mereka menyuruh orang untuk berbuat baik sementara mereka sendiri melupakan diri sendiri, “Apakah kalian menyuruh orang untuk mengerjakan kebaikan sedangkan kalian melupakan kewajiban diri kalian sendiri. Padahal kalian juga membaca Al Kitab. Tidakkah kalian memahami.” (QS. Al Baqarah [2]: 44)…” (Wujuubu Da’wah ilallaah wa Akhlaaqu Du’aat, hal. 52)

Mengamalkan Ilmu Adalah Bagian dari Shirathal Mustaqim

Setiap kali shalat kita senantiasa memohon petunjuk kepada Allah agar diberi hidayah menuju dan meniti jalan yang lurus atau shirathal mustaqim. Apakah yang dimaksud shirathal mustaqim ?

Syaikh Abdurrahman bin Naashir As Sa’di rahimahullah berkata, “(Shirathal Mustaqim) adalah jalan terang yang akan mengantarkan hamba menuju Allah dan masuk ke dalam Surga-Nya. Hakikat jalan itu adalah mengetahui kebenaran dan mengamalkannya…” (Taisir Karimir Rahman, hal. 39)

Kemudian Allah memperjelas hakikat shirathal mustaqim ini di dalam ayat berikutnya, “Yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.” (QS. Al Fatihah)

Syaikh Abdurrahman bin Naashir As Sa’di rahimahullah berkata, “Shirathalladziina an’amta ‘alaihim adalah jalan para Nabi, orang-orang shiddiq, para syuhada’ dan orang-orang shalih. “Bukan” jalan “orang-orang yang dimurkai” yaitu orang-orang yang telah mengetahui kebenaran akan tetapi tidak mau mengamalkannya, seperti halnya orang Yahudi dan orang lain yang memiliki ciri seperti mereka. Bukan pula jalan “orang-orang yang sesat” yaitu orang-orang yang meninggalkan kebenaran di atas kebodohan dan kesesatan, seperti halnya orang Nasrani dan orang lain yang memiliki ciri seperti mereka.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 39)

Oleh sebab itulah kita dituntunkan untuk selalu meminta hidayah kepada Allah; baik hidayah ilmu (hidayatul irsyad) maupun hidayah amal (hidayatu taufiq) minimal 17 kali sehari semalam.

Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Seandainya bukan karena betapa besar kebutuhan hamba untuk meminta hidayah sepanjang siang dan malam tentulah Allah tidak akan menuntunnya untuk melakukan hal itu.

Karena sesungguhnya seorang hamba senantiasa membutuhkan bimbingan Allah ta’ala pada setiap saat dan keadaan. Yaitu supaya dia memperoleh ketegaran di atas hidayah, mengokohkan diri di dalamnya, mendapatkan pencerahan, hidayah semakin bertambah dan terus menerus menyertai dirinya.

Karena seorang hamba tidak bisa menguasai barang sedikitpun manfaat maupun mudharat bagi dirinya sendiri, kecuali sebatas yang diinginkan Allah. Sehingga Allah ta’ala pun membimbingnya agar meminta petunjuk pada setiap waktu, yang dengan sebab itu Allah akan membentangkan pertolongan, ketegaran dan taufik kepadanya.

Maka orang yang berbahagia adalah orang yang diberi taufik oleh Allah ta’ala untuk selalu meminta petunjuk, karena Allah menjamin akan mengabulkan permintaan orang yang berdoa kepada-Nya. Terlebih lagi apabila orang yang meminta sedang berada dalam keadaan terjepit dan sangat merasa butuh kepada Allah, di waktu siang maupun malam… (Tafsir Ibnu Katsir, I/37-38)




BAB III
METODE PENULISAN

3.1 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan sebagai bahan analisis didapatkan dari
berbagai sumber antara lain:

1.Studi Pustaka
           
            Studi pustaka digunakan sebagai landasan teori dan pijakan penulis dalam menganalisis masalah yang dikaji. Studi pustaka didapatkan dari teori dan pendapat para ahli baik dari buku,jurnal,skripsi,maupun hasil penelitian.

2.Pengamatan

            Hasil pengamatan terhadap permasalahan yang terjadi digunakan sebagai titik tolak terhadap pembahasan suatu masalah dan mencari masalah mana yang paling penting sehingga layak untuk diangkat. Pengamatan ditujukan pada kasus proses pembelajaran al quran dengan suatu metode baru yaitu metode ummi dengan diaplikasikan secara private class terhadap segala fase usia.

3.2 Pengolahan Data

            Langkah selanjutnya dalam penulisan karya tulis ini adalah dengan mengolah dan menulis semua data yang diperoleh secara runtut dan sistematis menurut pedoman karya tulis. Agar menjadi sebuah karya tulis yang bermutu, maka dilakukan beberapa kegiatan yang bisa membantu tulisan semakin berkualitas, antara lain: diskusi dengan beberapa teman, konsultasi dengan orang yang berpengalaman, dan merevisi karya tulis berdasarkan saran dan kritik dari beberapa teman dan beberapa orang yang telah berpengalaman.

3.3 Metode Analisis

            Metode analisis yang digunakan dalam karya ini adalah deskriptif analitik, yaitu menganalisis permasalahan yang ada dari hasil pengamatan atau identifikasi studi kepustakaan tentang permasalahan serta hubungan antara masalah tersebut yang didasarkan pada suatu teori atau konsep keilmuan yang relevan. Peneliti mengangkat permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam kalangan masyarakat yang belum bisa membaca al quran dengan baik dan benar.
            Berdasarkan karakteristik yang terdapat pada permasalahan tersebut, maka peneliti berusaha untuk menggunakan metode pemecahan masalah yang sesuai dengan konteks permasalahan sebagai solusi yang efektif. Dengan menganalisis konteks masalah, peneliti mengangkat sebuah gagasan mithods yang berbasis private class. Penulis juga mensintesis gagasan-gagasan tersebut dalam penerapan mithods ini dengan pemerintah yang menangani hal tersebut sebagai pelaksana program untuk membantu dalam merealisasikan gagasan tersebut.

3.4 Penarikan Kesimpulan

            Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penulis menarik kesimpulan yang konsisten dengan analisis permasalahan. Kesimpulan yang diperoleh disesuaikan dengan pembahasan dalam karya tulis.

3.5 Perumusan Saran

            Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh, maka penulis menyampaikan saran berupa kemungkinan atau prediksi transfer gagasan. Penulis menyarankan atau merekomendasikan kepada pemerintah untuk menjadikan metode ummi sebagai suatu perangkat pembelajaran yang efektif bagi semua masyarakat.















BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Konsep MITHODS (Ummi Methods)

Ummi merupakan pengertian dari kata ibu. Dalam pembelajarannya, metode ini mengusung tiga prinsip yakni mudah, menyenangkan dan menyentuh hati.












Private Class



Adapun 7 program dasar Ummi adalah sebagai berikut:

1. TASHIH BACA AL QUR’AN (Tes Bacaan Al Qur’an)

2. TAHSIN (Pembinaan Baca Al Qur’an)
3. TARTIL  ALQU’RAN
 

















4. GHORIB DAN TAJWID DASAR
5. MUASAQOH (Uji Kompetensi)
6. KHATAMAN DAN IMTIHAN
7. TERTIB
 























4.2 Manfaat Belajar Al Quran Segala Fase


A.Fase Anak

Cara mengajari anak membaca alquran :

1. Cara pertama jika anda ingin mengajari anak membaca alquran adalah perdengarkan ayat alquran setiap hari di rumah tidak menjadi masalah apakah anak mendengarkan atau tidak baik ia main-main atau melakukan aktifitas apapun di dalam rumah tetapi otak bawah sadarnya tanpa si anak sadari merekam bacaan alquran yang ia dengar. Bahkan mungkin anak akan hapal dengan sendirinya ayat-ayat alquran yang sering ia dengar dan anda akan merasa sangat takjub. sama seperti kalau kita sering memperdengarkan lagu-lagu dewasa tanpa anak sadari ia menjadi hapal lagu tersebut.

2. Konsisten
Bunda untuk mengajari anak membaca alquran syarat utamanya anda harus konsisten jangan putus-putus karena kekonsistenan anda adalah parameter keberhasilan anda dalam mengajri anak membaca alquran.

3. Menjadi sauri tauladan bagi anak
Ini sangat penting untuk bunda dan ayah perhatiakan karena anak adalah peniru yang hebat maka otomatis anda sebagai orang tua yang sering bersamanya yang akan ia tiru pertama kali, kalau anda sering membaca alquran dan menghapalnya maka secara otomatis anak-anak anda akan melihat dan lama kelamaan mereka akan meniru anda membaca alquran walaupun mungkin masih banyak salah tetapi paling tidak mereka sudah mengenal alquran sejak kecil.

4. Bacakan ayat-ayat alquran sejak anak masih dalam kandungan
Bunda ternyata banyak yang sudah membuktikan hal ini banyak ibu-ibu yang merasa takjub saat anaknya berusia 2 tahun kata yang pertama keluar dari mulutnya adalah ayat alquran ternyata setelah di tanya pada kedua orang tuanya bahwa waktu di dalam kandungan orang tuanya sering membaca ayat-ayat alquran. Ada seorang ibu yang waktu hamil sering membaca surat al kahfi maka anaknya waktu belajar bicara kata yang pertama ia ucapkan adalah surat alkahfi subhanalloh, itulah otak manusia yang sangat dahsyat bahkan sejak dalam rahimpun otak kita sudah merekam suara apa yang ia dengar di dunia luar. Maka ibu-ibu yang lagi hamil hati-hati memperdengarkan hal-hal tidak baik pada sang jabang bayi karena jabang bayi anda akan merekam apa yang ia dengar.

5. Beri reward yang ia mau dengan syarat ia harus hapal surat atau ayat alquran
Bunda cara ini bisa bunda gunakan pada anak yang sudah berusia 5 tahun keatas saat anak sudah punya keinginan pada sesuatu. misal anak anda menginginkan baju princes maka anda kasih syarat asal ia harus hapal misal surat alikhlas dengan benar maka anda baru akan membelikannya baju princes dan begitu terus sampai mungkin secara tidak sadar anak akan hapal banyak surat dalam alquran karena semakin banyak yang ia minta maka akan semakin banyak surat dan ayat yang ia hapal. dan hal ini bisa bunda buktikan. bisa jadi pada usia 7 tahun anak anda sudah hapal 30 zuz alquran.

B.Fase Lanjut

Tips Semangat Belajar Mengaji Di Usia Tua
Umumnya umat muslim sekarang enggan belajar mengaji karena alasan sudah tua. Berapakah usia tua itu? 20, 30, 40, 50, 60, 70 tahun? Tampaknya semakin bertambah usia justru semakin memilki alasan untuk enggan belajar mengaji.


Bagi yang sudah memiliki anak mungkin saja mereka menyekolahkan anaknya di TPA (Taman Pendidikan Al Quran). Namun orang tuanya sendiri enggan belajar mengaji, karena alasan sibuk dan tua (serta mungkin malu).

Inspirasi dari Rasulullah dan Sahabat

Agar memiliki semangat untuk belajar mengaji (dan menghapal Al Quran) kita dapat mencari tahu pada usia berapakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya memulai belajar mengaji dan menghapal Al Quran? Berikut ini perkiraannya (usia dalam kalender hijriah).

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berusia 39 tahun.
    Khadijah (istri Rasulullah) radhiyallahu anha berusia 54 tahun.
    Abu Bakar radhiyallahu anhu berusia 37 tahun.
    Umar bin Khattab radhiyallahu anhu diperkirakan berusia 22-27 tahun.
    Utsman bin Affan radhiyallahu anhu 35 tahun.
    Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu diperkirakan berusia 7-12 tahun.
    Abu Ubaidah radhiyallahu anhu berusia 28 tahun.
    Thalhah radhiyallahu anhu berusia 14 tahun.
    Az-Zubair bin Al Awwam radhiyallahu anhu berusia 15 tahun.
    Abdurrahman bin Auf radhiyallahu anhu berusia 30 tahun.
    Sa'ad bin Abu Waqqash radhiyallahu anhu berusia 17 tahun.
    Sa'id bin Zaid radhiyallahu anhu berusia antara 11-15 tahun.

Generasi pertama umat Islam yang hidup sejaman dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika pertama kali masuk Islam memiliki usia yang berbeda-beda, beragam usia. Ada yang masuk Islam di usia muda dan ada juga yang menjadi muslim di usia tua. Semuanya memiliki kesamaan yakni tak malu untuk mulai belajar mengaji dan menghapal Al Quran.

Dari sini kita dapat mengetahui bila tidak ada alasan untuk merasa tua (dan malu) untuk mulai belajar mengaji (dan menghapal Al Quran).


4.3 Teknik Implementasi dari MITHODS berbasis Private Class

            Pihak-pihak yang dapat membantu mengimplementasikan MITHODS antara lain:

1.Menteri Agama

            Pemerintah  dapat berperan aktif dalam mensosialisaikan kepada masyarakat umum menegenai adanya MITHODS.

2. Masyarakat

            Dengan adanya metode baru ini, masyarakat dapat mengenal metode dalam pembelajaran al quran yang efektif dan efisien berbasis private class, sehingga akan lebih memudahkan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mahasiswa

            Dengan adanya metode ini, mahasiswa sebagai agent of change akan mendapatkan peluang wirausaha tanpa mengeluarkan uang sepeserpun,hanya dengan menguasai MITHODS dan tidak terlalu menguras tenaga.






BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses belajar-mengajar yang direncanakan sebelumnya dan diarahkan untuk mencapai tujuan melalui bimbingan, latihan dan mendidik.
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu rahmat yang tiada taranya bagi alam semesta dan petunjuk atau hidayah bagi setiap manusia muttaqin.
Maka kesimpulan bahwa pembelajaran Al-Qur'an Adalah proses perubahan tingkah laku anak didik melalui proses belajar  yang berdasarkan pada nilai-nilai Al-Qur'an dimana dalam Al-Qur’an tersebut terdapat berbagai peraturan yang mencakup seluruh kehidupan manusia yaitu meliputi Ibadah dan Muamalah.
Metode  pengajaran adalah suatu cara yang dipilih dan dilakukan guru ketika berinteraksi dengan anak didiknya dalam upaya menyampaikan bahan pengajaran tertentu, agar bahan pengajaran tersebut mudah dicerna  sesuai dengan pembelajaran yang ditargetkan.
Metode pembelajaran Al-Qur'an secara umum yang bekembang dimasyarakat adalah sebagai berikut metode tradisional (Qawaidul Baghdadiyah), metode Iqra', metode qiroati.

5.2 Saran

Perlunya memberikan sosialisasi mengenai metode terbaru dan efisien dalam meningkatkan peluang wirausaha tanpa menguras waktu kuliah bagi para mahasiswa, terutama sosialisasi terhadap khalayak umum.


























DAFTAR RUJUKAN


Budiyanto, M, dkk. 2003. Ringkasan Pengelolaan, Pembinaan dan Pengembangan Gerakan Membaca, Menulis, Memahami, Mengamalkan dan Memasyarakatkan Al Qur’an. Yogyakarta: Balitbang LPTQ Nasional dan Yayasan Team Tadarus AMM Yogyakarta.

Dimyati dan Mujiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud. DIKTI.

 Gage, N.L. dan David, C.Berliner. 1984. Educational Psychology. Chicago: Rand Mc. Nally College Publishing Compony.

Gagne, R.M. 1985. The Conditions of Learning and Theory of Instruction, Fourth edition. New York: Holt Rinehaert and Winston.

Hidayatullah. 1994. Mutiara al-Qur’an. Edisi II tahun IV, Maret.

Humam, A. 2000. Cara Cepat Membaca Al Qur’an. Yogyakarta: Balai Litbang LPTQ Nasional dan Team Tadarus AMM.

 Setyosari. P. 2001. Rancangan Pembelajaran Teori dan Praktis. Malang: Elang Mas.

Siagian, S.P. 1989. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Bina Aksara.

Slavin, R. 1997. Educational Psychology: Theory and Practice. Allyn and Bocon.

Supardi. 2004. Perbandingan Membaca Al-Qur’an bagi Pebelajar Pemula di TKA/TPQ Masjid Quba dan Masjid al-Amin Burengan Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS UM.

Tarigan, H.G. 1989. Metode Pengajaran Bahasa: Suatu Penelitian Kepustakaan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan P2LPTK.

Winkel, W.S. 1999. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

 Zarkasiy, D.S. 1989. Pelajaran Ilmu Tajwid Praktis. Semarang: Yayasan Pendidikan al-Qur’an Raudatul Mujawwidin.
















DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A.IDENTITAS DIRI


1.Nama Lengkap
Anggraini Ayu Widyaningrum
2.Jenis Kelamin L/P
Perempuan
3.Fakultas / Jurusan
MIPA / Pendidikan Fisika
4.Perguruan Tinggi
Universitas Negeri Malang
5.NIM
150321600524
6.Tempat dan Tanggal Lahir
Tuban , 26 Oktober 1996
7.E=mail
8.No Telepon / HP
085785196005
9.Alamat
Jalan Panglima Sudirman Gang IX No 513 Tuban
10.Motto
‘’ Man Jadda Wajada ‘’

B.RIWAYAT PENDIDIKAN


SD
SMP
SMA
Nama Institusi
SDN BATURETNO 1 TUBAN
SMPN 7 TUBAN
MA MAARIF 7 SUNAN DRAJAD PACIRAN LAMONGAN
Jurusan


IPA
Tahun Masuk-Lulus
2003 - 2009
2009 - 2012
2012 - 2015


0 komentar:

Posting Komentar